Damai Dimulai dari Kita
MATIUS 5:9 “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.”
Damai Dimulai dari Kita
Suatu hari, saya melihat dua teman sekelas yang sedang bertengkar hebat karena salah paham. Mereka saling menyalahkan dan tidak mau mendengarkan satu sama lain. Saya merasa sedih melihatnya, karena sebelumnya mereka adalah sahabat yang sangat dekat. Akhirnya, saya memberanikan diri untuk menjadi penengah. Saya mengajak mereka duduk bersama, mendengarkan keluh kesah masing-masing, dan perlahan-lahan, mereka mulai memahami sudut pandang satu sama lain. Pertengkaran itu berakhir dengan pelukan dan permintaan maaf. Saat itu, saya menyadari bahwa damai tidak datang dengan sendirinya, tetapi perlu dibawa oleh seseorang yang bersedia menjadi jembatan.
Yesus mengajarkan bahwa orang yang membawa damai akan disebut anak-anak Allah. Kata "membawa damai" bukan sekadar berarti menghindari konflik, tetapi secara aktif menciptakan perdamaian di tengah situasi yang tidak harmonis. Yesus sendiri adalah contoh terbesar sebagai pembawa damai. Ia datang ke dunia untuk mendamaikan manusia dengan Allah melalui pengorbanan-Nya. Sebagai pengikut Kristus, kita dipanggil untuk meneladani-Nya, menjadi agen perdamaian di mana pun kita berada.
Sebagai remaja Kristen, kita sering dihadapkan pada situasi yang penuh dengan konflik, baik di sekolah, keluarga, atau media sosial. Namun, firman Tuhan mengingatkan kita bahwa kita dipanggil untuk menjadi pembawa damai. Damai sejahtera bukan hanya tentang ketenangan pribadi, tetapi tentang bagaimana kita membawa kasih dan pengertian kepada orang lain. Mulailah dari hal kecil: mendengarkan tanpa menghakimi, mengampuni kesalahan, dan menjadi penengah saat terjadi pertengkaran. Dengan demikian, kita menjadi terang dan garam dunia, mencerminkan kasih Kristus melalui tindakan kita.
“Damai sejahtera bukanlah sekadar tujuan, tetapi cara hidup yang kita bawa setiap hari."– Dietrich Bonhoeffer
Glenn Evans Lee
Komentar
Posting Komentar