BERDAMAI DENGAN DIRI
Markus 9:50
Garam memang baik, tetapi jika garam menjadi hambar, dengan apakah kamu mengasinkannya? Hendaklah kamu selalu mempunyai garam dalam dirimu dan selalu hidup berdamai yang seorang dengan yang lain.
Teman-teman sekalian, mungkin kalian pernah mendengarkan ayat Alkitab tentang menjadi garam dan terang dunia. Namun apa yang akan terjadi jika garam di dalam diri kita bukan asin melainkan pahit? Tentu saja garam tersebut bukannya membuat segala sesuatu lebih baik tetapi malah lebih buruk. Pantaskah kita memberi garam tersebut kepada orang lain?
Dalam hidup, kebaikan itu adalah sebuah kewajiban, sebuah fundamental. Mulai dari kitab Perjanjian Lama, Allah telah membimbing kita untuk terus membawa perdamaian di mana pun kita berada. Selalu hidup berdamai dengan yang lain, namun berdamai dengan orang lain tidak akan membuahkan apa pun jika kita tidak pernah berdamai dengan diri sendiri.
Berdamai dengan diri sendiri bukan hanya berarti rewarding dirimu dengan memaklumi segala sesuatu. Seperti contoh; overeating atau selalu bermalas malasan dan enggan melakukan aktivitas produktif dengan embel-embel sedang berdamai dengan diri sendiri . Hal seperti itu justru bukannya memberi manfaat tapi malahan menghancurkan secara jangka panjang. Berdamai dengan diri sendiri artinya mengasah diri untuk menjadi versi yang lebih baik dari dirimu yang sekarang.
Berdamai dengan diri tidak serumit yang teman-teman pikirkan, hanya satu hal simple, yaitu refleksi diri. Jika kita suka bermulut kasar, mulailah mengurangi, jika kita sering “procrastinating”, bikinlah sebuah “to do” list. Banyak hal yang bisa dilakukan dengan refleksi diri, kita sebagai remaja Kristus tidak harus selalu melakukan hal-hal yang besar dan susah, karena hal yang paling utama adalah agar kita bisa berdamai dengan diri sendiri.
“When admiring other people’s gardens, don’t forget to tend to your own flowers.”
― Sanober Khan
Komentar
Posting Komentar